STRES PADA IKAN
4.1 Definisi Stres
Stres yaitu suatu
keadaan saat suatu hewan tidak mampu mengatur kondisi fisiologis yang normal
karena berbagai fktor merugikan yang mempengaruhi kondisi kesehatannya.
Sehingga stres didefinisikan sebagai pengaruh segala bentuk perubahan atau
tantangan lingkungan yang mendorong homeostatik atau proses-proses penyeimbang
lainnya melebihi batas kemampuan normal segaal tingkatan organisasi biologis:
spesies, populasi atau ekosistem (Esch dan Hazen, 1978). Suatu stimulus yang menyebabkan
timbulnya keadaan stress disebut sebagai stressor
atau fktor stres. Sejumlah contoh keadaan yang dapat berperan sebagai stressor ditunjukkan sebagai berikut :
Tabel 3. Klasifikasi Stressor
Macam Stressor
|
Masalah
|
Stressor kimiawi
|
1. Kualitas
air buruk: oksigen terlarut rendah, pH tidak sesuai
2. Polusi:
akibat penggunaan bahan kimiawi pada kegiatan akuakultur, polutan dari luar
3. Komposisi
pakan
4. Senyawa
nitrogen dan sisa metabolisme (akumulasi ammonia dan nitrit)
|
Stressor fisik
|
1. Suhu
lebih tinggi atau lebih rendah dari normal
2. Cahaya
berlebih atau kurang
3. Suara
4. Gas-gas
terlarut
|
Stressor biologis
|
1. Densitas
populasi telalu tinggi
2. Multikultur:
ada spesies-spesies yang agresif, persaingan tempat
3. Mikroba:
kehadiran mikroba patogenik dan non ptogenik.
4. Parasit:
internal dan eksternal
|
Stressor procedural
|
1. Penanganan
2. Pengiriman
/ transportasi
3. Penanganan
/ penyakit
|
Sebagai tanggapan terhadap stress, maka terjadi suatu rangkaian perubahan
biokimiawi, fisiologis dan morfologis pada ikan sebagai “alarm reaction” yang selanjutnya memicu suatu rangkaian perubahan
hormonal yang dikenal dengan sindrom adaptif umum (GAS, General
Adptive Syndrom). Penelitian tentang GAS umumnya terpusat pada
aktivitas sistem Hipotalamik-Pituitari-Interrenal (HPI) serta pengaruhnya
terhadap ikan, baik pada stre akut maupun kronis.
Sebagai bentuk usaha ikan dalam menyesuaikan diri terhadap gangguan yang
ada, maka ikan akan
menggunakan seluruh energi cadangan, pada saat tersebut ikan akan mampu bertahan
terhadap gangguan yang ada. Jika gangguan tersebut terus berlangsung atau
terlalu berat, energi cadangan menjadi habis dan ikan menjadi lemah untuk menghadapi agensia
patogenik yang secara berkelanjutan kontak dengan ikan (pada dasarnya hampir
keseluruhan agensia patogenik ikan merupakan flora normal perairan), sehingga
berakibat ikan menjadi
sakit atau mati.
4.2
Pengaruh Stres Pada Ikan
Respon ikan terhadap stress mirip dengan respon pada vertebrata tingkat
tinggi, secara umum dapat dibagi menjadi tiga tahapan (Selye, 1973), yaitu:
1. Respon
primer berupa nervous (gelisah) dan perubahan hormonal, antara lain berupa
peningkatan kortikosteroid dan katekholamin serta perubahan aktivitas neurotransmitter.
2.
Respon sekunder, antara lain berupa perubahan metabolic, seluler gangguan
osmoregulasi, perubahan gambaran darah dan fungsi imum.
3.
respon tersier berlangsung pada individu dan populasi,
dikatakan pula sebagai tahap
parah. Pada tahap ini individu ikan meningkat metabolismenya, menurun
resitensinya terhadap penyakit, tingkat kesuburan rendah, daya tetas telur
rendah dan perubahan tingkah laku. Adapun pada tingkat populasi terjadi
penurunan diversitas spesies.
Akibat stress, maka terjadi
sekresi hormon-hormon dari glandula adrenlin yang menyebabkan meningkatnya gula
darah. Cadangan atau timbunan gula berupa glikogen dalam hati akan
mengalami metabolisasi menjadi cadangan energi bagi hewan untuk aktivitas darurat. Akibat
sekresi hormon-hormon yang berlebihan tersebut, respon inflamasi (inflammatory reponse) akan tertekan.
Osmoregulasi juga mengalami ganggun kibat perubahan fisiologis dalam,
metabolisme mineral. Terjadi perubahan keseimbangan mineral Cl, Na, dan air.
Pada kondisi ini ikan air tawar cenderung mengabsorbsi air dari lingkungannya
secara berlebihan, dan ikan air laut atau air payau cenderung kehilangan massa air (dehidrasi),
gangguan osmosis ini menyebabkan kebutuhan energi meningkat karena diperlukan
untuk menjaga osmoregulasi agar berjalan normal.
Stres juga berakibat
pada peningkatan respirasi dan tekanan darah. Adapun cadangan sel-sel
darah merah akan dibebaskan ke sirkulasi. Pada kondisi ini maka sel-sel darah
cenderung belum sempurna sebagai akibatnya maka kemampuan hemoglobin dalam mengikat oksigen belum
optimal, ikan akan cenderung kekurangan oksigen.
Secara umum, keseluruhan respon terhadap stress tersebut di atas
merupakan GAS,
terutama pada apa yang dikenal sebagai aktivitas sistem
hipotalamik-pituitari-interrenal.
Stres juga akan
mempengaruhi faktor perlindungan alami ikan seperti mukus, sisik, kulit,
lisozim, antibodi dan reaksi inflamasi. Pada dasarnya hewan mampu
beradaptasi terhadap stres untuk jangka waktu yang terbatas. Selama masa
tersebut hewan akan tampak normal, tetapi cadangan energinya terus menyusut
karena digunakan untuk menjaga aktivitas normal (termasuk menjaga
osmoregulasi).
Stres berpengaruh terhadap sistem perlindungan tubuh inang yaitu mukus.
Segala bentuk stress akan menyebabkan perubahan-perubahan kimiawi dalam mucus
yang akan menyebabkan penurunan efektivitasnya sebagai pelindung kimiawi inang
terhadap patogen dan parasit. Stres akan mengganggu keseimbangan elektrolit
tubuh (Na, K dan Cl), sehingga menyebabkan penyerapan air yang berlebihan atau
dapat pula berupa kehilangan air (dehidrasi). Kondisi stres menyebabkan
tuntutan kerja mukus dalam mengatur osmoregulasi yang efektif menjadi sangat
penting.
4.3 Macam-macam Stres
Stres fisik yang disebabkan penanganan saat
pemindahan ikan, perawatan atau pemanenan dapat menyebabkan hilangnya mukus.
Sebagai akibatnya maka perlindungan kimiawi yang dilakukan mukus menjadi hilang
atau berkurang, fungsi osmoregulasi menurun, serta menurunkan lubrikasi tubuh,
sehingg menyebabkan energi yang diperlukan ikan untuk berenang menjadi lebih
besar serta meningkatkan frekuensi infeksi oleh patogen atau infestasi oleh
parasit akibat hilangnya sebagian dari pelindung tubuh.
Stres kimiawi, misalnya dari tindakan pengobatan atau
pencegahan penyakit dapat menyebabkan kerusakan mukus, sehingga ikan kehilangan
salah satu sistem perlindungan tubuh, kehilangan fungsi osmoregulasi,
kehilangan pelican tubuh (lubrikan) yang sangat diperlukan untuk pergerakan di
dalam air.
Sisik dan kulit merupakan bagian dari sistem
perlindungan fisik tubuh ikan. Pada umumnya kerusakan sisik dan kulit dapat
terjadi akibat penanganan (handling
stress), kelebihan populasi, dan infestasi parasit. Kelebihan populasi (overcrowded) atau multi kultur dapat
menyebabkan trauma akibat berkelahi disertai lepasnya sisik dan kerusakan
kulit. Infestasi parasit dapat pula menyebabkan gangguan berupa kerusakan
insang, kulit, sirip serta kehilangan sisik. Kerusakan pada kulit dan sisik
akan mempermudah patogen menginvasi inang. Banyak kasus menunjukkan bahwa
kematian ikan sebenarnya akibat dari infeksi sekunder oleh bakteri sebagai
kelanjutan infestasi parasit yang berat dan berakibat pada kerusakan pelindung
fisik tubuh seperti mukus, kulit dan sisik.
Stres juga menyebabkan iritasi atau peradangan
(inflamasi). Karena stres akan menyebabkan perubahan hormonal dan berakibat
terhadap efektivitas respon inflamasi. Stres akibat suhu (terutama suhu rendah)
dapat secara total menghambat aktivitas “killer
cells” sistem imun, sehingga mengeliminasi sistem pertahanan awal yang
utama dalam menghambat patogen atau parasit. suhu tinggi yang berlebihan juga
bersifat sangat merusak, meskipun dampak langsung peningkatan suhu terhadap
sistem imun belum diketahui.
Stres suhu terutama akibat penurunan suhu yang tajam,
sangat mengganggu kemampuan ikan dalam membebaskan antibody terhadap patogen
secara cepat. Perlu waktu panjang untuk memproduksi antibody dalam merespon
patogen yang menginvasi tubuh, sehingga memungkinkan patogen berkembangbiak dan
dengan mudah menyebabkan ikan menjadi sakit. Stres yang berlangsung lama akan
semakin menurunkan efektivitas sistem imun sehingga kemungkinan timbulnya
penyakit menjadi tinggi.
Pencegahan terhadap stres dapat dilakukan melalui
managemen yang baik, yaitu meliputi mejaga kualitas air yang baik, nutrien yang
baik dan sanitasi. Kualitas air yang baik meliputi tindakan pencegahan
akumulasi sisa-sisa bahan organic dan limbah yang mengandung nitrogen, menjaga
pH dan suhu kisaran yang dibutuhkan oleh ikan, dan menjaga oksigen terlarut
pada konsentrasi ekurangnya 5 mg/liter. Kualitas air yang buruk merupakan
stressor utama bagi budidaya perikanan.
Pakan dengan kualitas yang baik yaitu pakan yang
memenuhi kebutuhan nutrien bagi ikan. Masing-masing spesies ikan memiliki
kebutuhan nutrien yang spesifik dan berbeda antara spesies satu dengan spesies
lainnya. Pakan yang diberi tambahan diet berupa sayuran/hijauan dan pakan hidup
merupakan salah satu usaha penyediaan pakan yang seimbang, terutama untuk
jenis-jenis ikan yang kebutuhan nutriennya belum diketahui dengan baik.
Penerapan sanitasi yang baik melalui pembuangan sisa
pakan pada tangki-tangki pemeliharaan, desinfeksi tangki serta peralatan
sebelum dan sesudah digunakan, serta tidak mencampurkan alat atau peralatan
antara spesies-spesies ikan yang berbeda atau antara kolam atau tangki
pemeliharaan yang berbeda.
Sisa-sisa pakan pada dasar tngki atau kolam menjadi
substrat yang menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri, fungi dan protozoa.
Pemebrsihan kolam atau tangki dari sisa-sisa pakan dengan baik akan menjamin
kesehatan ikan, karena tindakan tersebut akan meminimalkan jumlah agensia
penyakit. Adapun disinfeksi peralatan akan meminimalkan kemungkinan terjadinya
transmisi penyakit dari kelompok ikan yang satu ke kelompok lainnya, atau dari
kolam yang satu ke kolam lainnya.
Managemen budidaya perikanan harus dirancang agar
kemungkinan terjadinya stres seminimal mungkin sehingga kemungkinan timbulnya
wabah penyakit minimal. Apabila terjadi wabah dan kematian ikan, maka harus
diidentifikasi penyebabnya dan faktor yang mungkin berperan. Pengendalian
stressor, misalnya perbaikan kualitas air dan pengurangan padat tebaran harus
dilakukan bersama-sama dengan tindakan penanggulangan penyakit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar